08.00 WIB - 15.00 WIB
Jl. Ampera Raya No. 7 Jakarta
Logo ANRI

MEWUJUDKAN BUDAYA TERTIB ARSIP MELALUI AUDIT DAN PENGAWASAN KEARSIPAN

MEWUJUDKAN BUDAYA TERTIB ARSIP MELALUI AUDIT DAN PENGAWASAN KEARSIPAN

22

Nov 16

MEWUJUDKAN BUDAYA TERTIB ARSIP MELALUI AUDIT DAN PENGAWASAN KEARSIPAN

Hilangnya beberapa arsip milik negara, polemik aset negara karena tidak didukung kepemilikan arsip, sulitnya menemukan kembali arsip dengan cepat dan tepat di sebuah organisasi, penumpukan arsip disembarangan tempat, pengelolaan arsip yang tidak sesuai kaidah-kaidah kearsipan merupakan permasalahan kearsipan yang sangat kompleks di republik ini. Salah satu indikator tata kelola pemerintahan yang baik ditentukan dengan tata kelola pengarsipan yang baik pula. Oleh karenanya negara wajib hadir untuk mewujudkan tata kelola kearsipan modern. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009  tentang Kearsipan pasal 6 ayat 1 mengamanatkan bahwa penyelenggaraan kearsipan nasional merupakan tanggung jawab Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sebagai penyelenggara kearsipan nasional. Penyelenggaraan kearsipan nasional meliputi penetapan kebijakan, pembinaan kearsipan dan pengelolaan arsip yang didukung oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Guna mewujudkan budaya tertib arsip dan penyelenggaraan kearsipan nasional berjalan secara optimal dibutuhkan pengawasan kearsipan untuk mengawal dan mengawasi penyelenggaraan kearsipan di negara ini.

Kepala ANRI Mustari Irawan mendukung penuh program audit dan pengawasan kearsipan sebagai proses dalam menilai kesesuaian antara prinsip, kaidah dan standar kearsipan dengan penyelenggaraan kearsipan. Pelaksanaan pengawasan kearsipan yang dilakukan ANRI melalui tahapan-tahapan kegiatan: perencanaan program pengawasan kearsipan, audit kearsipan, penilaian hasil pengawasan kearsipan dan monitoring hasil pengawasan kearsipan. Kepala Pusat Akreditasi ANRI Rudi Anton menyampaikan pentingnya strategi pengawasan kearsipan sebelum terjun langsung ke lapangan untuk melakukan proses pengawasan kearsipan. “pengawasan kearsipan harus ada strateginya, jadi kalau kita bicara strategi pengawasan, harus dimulai dengan audit supaya kita punya peta kondisi penyelenggaraan kearsipan negara kita ini seperti apa”, ujar Rudi Anton. Rudi menambahkan, dengan adanya audit, dapat memberi ruang bagi objek pengawasan untuk melakukan perubahan berdasarkan rekomendasi audit. “Karena tujuan (pengawas kearsipan) kita (ANRI) sebenarnya dalam konteks kelembagaan, tujuannya bukan untuk menghukum, tapi bagaimana pencipta arsip melaksanakan pengelolaan arsip di lingkungan masing-masing secara prosedural dan sistemik”, jelasnya.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan Pasal 16 Ayat (2) dalam menjalankan tanggung jawab pengawasan kearsipan, ANRI dibantu oleh lembaga dan/atau unit kearsipan bekerja sama dengan lembaga atau unit yang menyelenggarakan fungsi pengawasan sesuai dengan wilayah kewenangannya. Kemudian Pasal 16 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 menyatakan bahwa pengawasan di lingkungan pemerintah daerah dilaksanakan secara terkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Hal ini beriringan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 373 yang  mengamanatkan bahwa :1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi, 2) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota, 3) Pembinaan dan pengawasan secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri. Koordinasi ANRI

 

dengan Lembaga Kearsipan Daerah dalam hal pengawasan kearsipan merupakan strategi yang efektif dan efisien, mengingat banyaknya objek pengawasan  di tingkat kabupaten/kota di seluruh Indonesia. “Karena efektivitas dan efesiensi pelaksanaan, kita coba mengikuti konsep undang-undang pemerintahan daerah dalam pengawasan ke daerah yaitu kita mendelegasikan kewenangan pengawasan ke kabupaten/kota”, tambah Kepala Pusat Akreditasi. 

 Adapun jenis pengawasan kearsipan terdiri atas pengawasan kearsipan eksternal dan pengawasan kearsipan internal. Pengawasan kearsipan eksternal dilaksanakan oleh ANRI terhadap pencipta arsip tingkat pusat dan Pemerintah Provinsi. Sementara pengawasan kearsipan eksternal Provinsi dilaksanakan oleh Gubernur melalui LKD Provinsi terhadap pencipta arsip tingkat Provinsi dan LKD Kabupaten/Kota. Sedangkan, pengawasan kearsipan internal dilaksanakan oleh LKD Provinsi terhadap Satuan Kerja Perangkat Daearah (SKPD) Provinsi; LKD Kabupaten/Kota terhadap SKPD Kabupaten/Kota; Lembaga Kearsipan Perguruan Tinggi (LKPT) terhadap satuan kerja pada rektorat, fakultas, civitas akademika, dan unit dengan sebutan lain di lingkungan perguruan tinggi; dan unit kearsipan pada lembaga negara, BUMN, BUMD, organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik terhadap unit pengolah dan unit kearsipan jenjang berikutnya sesuai wilayah kewenangannya.

Aspek pengawasan kearsipan yang dilakukan oleh ANRI terhadap unit kearsipan pencipta arsip tingkat pusat, Lembaga Kearsipan Daerah (LKD), dan Lembaga Kearsipan Perguruan Tinggi Negeri (LKPTN) meliputi: ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan bidang kearsipan dalam penetapan kebijakan kearsipan, program kearsipan, pengolahan arsip inaktif, penyusutan arsip, pengelolaan arsip statis (bagi LKD), Sumber Daya Manusia (SDM) kearsipan kelembagaan, dan prasarana dan sarana.

Tim Pengawas Kearsipan ANRI di lapangan memperoleh banyak temuan dan permasalahan-permasalahan terkait dengan belum tertibnya budaya pengarsipan.  “banyak lembaga yang belum menyusun empat pilar pengelolaan arsip dinamis (Tata Naskah Dinas, Klasifikasi Arsip, Jadwal Retensi Arsip, dan Sistem Klasifikasi Keamanan dan Akses Arsip)”, terang Kepala Pusat Akreditasi Rudi Anton. Permasalahan lain yang muncul antara lain seringnya mutasi di lembaga kearsipan daerah yang akan diandalkan sebagai pembina maupun pengawas sangat tinggi, sehingga SDM yang baru menggeluti dunia kearsipan berjalan kurang optimal. Hasil temuan-temuan permasalahan kearsipan yang mendasar atau signifkan akan disampaikan kepada Wakil Presiden dalam bentuk Laporan Hasil Pengawasan Kearsipan Nasional (LHPKN).

Selain masalah SDM, salah satu temuan yang cukup signifikan untuk turut serta menjadi sebab pengelolaan arsip yang kurang baik adalah sarana dan prasarana yang tidak memadai/standar. Adalah sangat naif mengharapkan pengelolaan arsip statis akan berjalan dengan baik manakala sarana utama yaitu Depot Arsip Statis tidak tersedia pada LKD Provinsi.

Dengan adanya audit dan pengawasan kearsipan, diharapkan dapat terwujud pengelolaan kearsipan yang lebih baik. Terciptanya budaya tertib arsip yang berkesinambungan dan mendorong pencipta arsip dan lembaga kearsipan untuk menyelenggarakan kearsipan sesuai dengan prinsip, kaidah, standar kearsipan, dan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian dapat terwujud akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dan menjaga memori kolektif bangsa. (Penulis: Isanto, Editor: Dhani S) 


Bagikan

Views: 5708